Kerajaan Gowa - Tallo








 
 Gambar diatas merupakan peta Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan pada abad 16
terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng.
Untuk mengetahui letak kerajaan-kerajaan tersebut, silahkan Anda amati gambar

diatas tersebut.
Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun
1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan
Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang
masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena
berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi
pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun
yang berasal dari Indonesia Barat.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Maka untuk menambah
pemahaman Anda tentang perkembangan kerajaan Makasar tersebut, silahkan simak
uraian materi berikut ini.

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera,
sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja
Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan
dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.

Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan
maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –
1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan
Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur
serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan
daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh
karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah
berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia
Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar.
Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan
VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah
Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya
untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.

Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan
politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar).
Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada
VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka
bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan
Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan
kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau
di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra
Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya
secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan
Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

1. 3 faktor yang menjadikan Makasar berkembang sebagai pusat
-Letaknya strategis di jalur perdagangan internasional.
-Memiliki pelabuhan yang baik.
-Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
2. 2 dampak dari isi perjanjian Bongaya dalam bidang politik terhadap kerajaan
-VOC berkuasa di Makasar.
-Daerah kekuasaan Makasar semakin sempit karena banyak daerah-daerah yang
melepaskan diri.
3. Akibat kekalahan Makasar terhadap Belanda antara lain:
-Peranan Makasar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan di Indonesia
Timur berakhir.
-Belanda dapat menguasai Makasar yang berarti menguasai perdagangan di
Indonesia Timur.
Share on Google Plus

About BanuIslam

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar