22.1 Awal Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa
adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya
kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning
Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden
Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan saudagar
Islam.Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut sejarah, dia
adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden Fatah
dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah
dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah
dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di bawa asuhan Raden Rahmat dan
akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah menetap di Demak
(Bintoro). Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai melaksanakan
perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah
tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan
sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang.
Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian
menjadi pusat peradagangan bahkan akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam pertama
di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam
perkemabangannya kemudian karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara
dengan nama Bintoro Demak.
22.2 Letak Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak
terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya kerajaan Demak
mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur
yang telah menganut agama Islam.Pada sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro
yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya
menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan, baik
untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di
tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya
agak lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang
dapat mengambil jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak
abad XVII jalan pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.
Pada abad XVI agaknya Deamak telah
menjadi gudang padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut. Konon, kota
Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500.
Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih,
panglima besar kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan
peralawanan terakhir kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana,
Demak menjadi penguasa tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak
dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan
nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan
Jepara.Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu pun sudah
baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan
padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh
para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan
penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.
Letak kerajaan Demak dapat dilihat dari gambar
berikut ini :
2.3 KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN DEMAK
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur,
banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri.
Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah
kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam
pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah
sebagai berikut :
A.
Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang
memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden
Patah adalah putra prabu Brawijaya raja terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya
selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan
putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya
terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah,
setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang anak
laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen
adalah saudara sekandung berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah
masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden
Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk
menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju
Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu
menjadi santri pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal
di Ngampel Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan
dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka.Raden Kusen kemudian
mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi
adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka
hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah
menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya.
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit
khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.Raden Kusen yang kala itu sudah
diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.Raden
Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit.Brawijaya merasa terkesan dan
akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat
sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah
pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di
Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah
kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan
portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah,
Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan
pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan
musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ).
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat
ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478),
hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhadap portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu
demak.Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati
Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden
Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun
1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya,
Raden patah mencoba
menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga
membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal
dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh
walisanga.
B.
Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan
putranya yaitu Pati Unus.Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah
berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena
keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono:
1973). Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan
pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan
Barat Daya.Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari
perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa
dan menjadi penguasa di Jepara.( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil
mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan
dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah
Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus)
lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering
dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak
orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan
Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima
Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun
1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk
benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa.
Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat
persiapan yang lebih baik.Maka direncanakanlah pembangunan armada besar
sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah
terkenal dalam pembuatan kapal.Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau
Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus
atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak
dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung
Jati.Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.Dipimpin
langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan
Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan
Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang ditumpangi
Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke
pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas
penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian
disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur)
di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan
Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut
Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif
Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang
menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C.
Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah Demak dari
tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah
pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel (
Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia
merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat
Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya
yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu
Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri
Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah
Madiun dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono
wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez
Pinto.Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat
itu dikuasai Blambangan.Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan
prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin
Fatahillah.Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam
pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi
belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah
bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya.Putra bupati
Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya.Anak kecil itu tertarik pada
jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono.Trenggono marah dan
memukulnya.Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai
pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang
meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan
Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang
Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang
juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun
1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan
oleh Sunan Prawoto
D.
Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan Prawata adalah nama lahirnya (Raden Mukmin)
adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih
cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa
kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu
dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh orang suruhan
bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya sendiri. Setelah
kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan
Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta.Ia berambisi
untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau
Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya
tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja.
Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit
Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Oleh
karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan
seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah
ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di
Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk
mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan
Makassar.Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel
Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah
terlaksana.Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan
kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
2.4 KEHIDUPAN
EKONOMI KERAJAAN DEMAK
Seperti yang telah dijelaskan pada
uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak
berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian
Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat.Dengan demikian
perdagangan Demak semakin berkembang.Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan
Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman,
maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah
satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang.Dengan demikian kegiatan
perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh
keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat
membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara
sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang.Di samping dari
perdagangan, Demak juga hidup dari agraris.Pertanian di Demak tumbuh dengan
baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara.Demak bisa
menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
2.5 KEHIDUPAN SOSIAL – BUDAYA KERAJAAN DEMAK
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar
belakang untuk mengembangkan dakwah Islam.Oleh karena itu tidak heran jika
Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat
dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam
pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah
pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai
pusatnya.Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada
agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam
di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat
berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan
Sunan Bonar.Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa
perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi
raja Demak.Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan, para wali/ulama dengan
rakyat.Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang
diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.Sehingga tercipta kebersamaan
atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik
yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid
Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang
disebut Soko Tatal.Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di
serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar
perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih
berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang
tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.Salah satu peninggalan
berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah
barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu
tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di
belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
22.6 PERADABAN KERAJAAN ISLAM DEMAK PADA ABAD
XVI
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan
kerajaan Majapahit. Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan
memberontak pada kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak
abad XIV orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar
bubat. Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja”
ke Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang
beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan
menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus dengan
jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton
Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka
dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya. Bahwa banyak bagian dari
peradaban lama, sebelum zaman Islam telah diambil alih oleh Keraton-keraton
Jawa Islam di Jawa Tengah, terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada
zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di Demak
dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat
mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh
ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.Peranan penting masjid Demak
sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di
hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat
berpengaruh dan dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar
negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa
Islam yang sekarang, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang
macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa
dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan
Demak.Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam peradaban Jawa
sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan
XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara
keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat
sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada
waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi
karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno.
Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai
timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam.
Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan
dengan meluasnya agama Islam.
22.7 PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari
meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra
mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden
Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen
(Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh
anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan
Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan
Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah
kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya
adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di
Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah
menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang
putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran
Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan,
menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan
pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir,
dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah
dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau
Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan
Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang
berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara
mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak.
Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk
menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada.
Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya
Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid
Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak
dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam
pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah
keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke
Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di
wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh
Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan
kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara.
Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku
dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat.
Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik
ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki
Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat
ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah
pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.
2.8 KERUNTUHAN KERAJAAN DEMAK
Setelah wafatnya Sultan Trenggana
menimbulkan kekacauan politik yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri bagian
(kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak.
Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara para waris yang saling berebut
tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggono adalah
pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang
berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang beranama Arya
Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam
karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan
beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta.
Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan
oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya
Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya
dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya
serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati
orang-orang yang telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu
membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan
tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat
menjadibupati di daerah-daerah tersebut.Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan
diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya Penangsang.
Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada
tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya
wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya.
Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia
merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan
oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.Pengeran Benawan menyadari
bahwa dirinya lemah, tidak mamapu mengendalikan pemerintahan, apalagi
menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari
kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada
waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan
Pajang dipindahkan ke Mataram.
2.9 DEMAK DIBAWAH KEKUASAAN RAJA – RAJA MATARAM
Setelah sekitar 1588 Panembahan
Senapati berkuasa di Jawa Tengah sebelah selatan, raja-raja Pati, Demak, dan
Grobongan dianggapnya sebagai sampun kareh (sudah dikuasai). Sekitar
1589 mereka diperintah ikut dia bersama prajurit Mataram ke Jawa Timur,
manaklukan raja-raja Jawa Timur. Maksud raja Mataram ini gagal, tampaknya
terutama karena campur tangan Sunan Giri. Panembahan Senapati terpaksa kembali
ke Mataram dengan tangan hampa.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati dan
Grobongan yang pada 1589 telah bersikap sebagai taklukan yang patuh itu, sama
dengan mereka yang telah mengakui Sultan Pajang, yang sudah tua dan meninggal
pada 1587, sebagai penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri di Demak,
setelah mengalami penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih berhasil
memerintah tanah asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak raja-raja
Jawa Timur, yang mulai melancarkan serangan terhadap kerajaan Mataram yang
belum sempat berkonsolidasi. Serangan tersebut dapat dipatahkan, tetapi
panglima perang Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke Mataram gugur
dalam pertempuran dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki Mas Sari
sebagai adipati di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya
tidak memuaskan atau ternyata tidak dapat dipercaya.
Tumenggung Endranata I di Demak ini
pada tahun-tahun kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh plitik pesisir
yang berlawanan dengan kepantingan Mataram di Pedalaman. Pada tahun 1627 ia
terlibat dalam pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II dan Sultan
Agung. Ia di bunuh dengan keris sebagai pengkhianat atas perintah Sultan
Agung.Sesudah dia masih ada lagi seorang tumenggung Endranata II yang menjadi
bupati di Demak. Tumenggung ini seorang pengikut setia Susuhunan Mangkurat II
di Kartasura yang memerintah Jawa Tengah pada perempat terakhir abad XVII. Pada
tahun 1678 disebutkan adanya Tumenggung Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota
Demak sudah tidak berarti pada akhir abad XVI. Sebagai produsen beras dan hasil
pertanian lain, daerah Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam
ekonomi kerajaan raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak daerah tanah Jawa
rasa hormat pada masjid Demak dan makam-makam Kadilangu masih bertahan di
antara kaum beriman, kota Demak dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang
terutama menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping
nama Majapahit.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kerajaan ini hanya berumur pendek.
Namun, para rajanya merupakan pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama
mereka adalah Raden Fatah, yang berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah
negara independen pada masanya. Setelah itu anaknya, Patih Yunus (Adipati Unus)
berkuasa. Dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan
kerajaan Majapahit yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya
menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada tahun
938 H/1531 M, memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaan ini yaitu Raden
Trenggono (Sultan Trenggana). Dia adalah seorang mujahid besar yang di antara
hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah Jawa Barat. Dia
wafat pada tahun 953 H/1546 M.
Kebudayaan yang berkembang di kerajaan
Demak bercorak Islam. Hal tersebut tampak dari peninggalan-peninggalan
sejarahnya berupa masjid, makam, batu nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan
karya sastra. Sampai sekarang pun Demak di kenal sebagai pusat pendidikan agama
Islam.
0 komentar:
Posting Komentar