Prakata
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
"Ikat lah ilmu dengan menuliskannya", Sayyidina
Ali Abi Talib.
Sejarah
Sebermula Kerajaan Perlak Sampai Kejatuhannya.
Kesultanan Peureulak atau
Perlak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang
berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur antara tahun 840 sampai
tahun 1292. Perlak terkenal
sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat
bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri
Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang
sebagai pelabuhan niaga
yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain
berasal dari Arab dan Persia. Hal ini
membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai
akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan
perempuan setempat.
Ada banyak kerajaan Islam
di Indonesia. Tentu ini adalah salah satu faktor yang menjadikan Islam sebagai
agama bagi majoriti penduduk di Indonesia. Dari sekian banyak kerajaan,
kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak yang terletak
di Aceh Timur, daerah Perlak di Aceh sekarang. Begitupun, ada beberapa pendapat
menyebutkan kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai.
Namun, fakta menyebutkan Perlak lebih dulu ada daripada Samudera Pasai.
Kerajaan Perlak muncul mulai tahu 840 M sampai tahun 1292 M. Bandingkan dengan
kerajaan Samudera Pasai yang sama-sama mengambil lokasi di Aceh. Berdiri tahun
1267, Kerajaan ini akhirnya lenyap tahun 1521. Entah mengapa dalam buku-buku
pelajaran, tertulis secara jelas kerajaan Samudera Pasai-lah kerajaan Islam
yang pertama di Indonesia. Sebuah kesengajaan atau sebuah kebetulan ?
Berbeda dengan
kesepakatan yang pasti tentang daerah yang pertama kali dimasuki
Islam ataupun kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan Islam pertama di
Indonesia masih simpang siur kepastiannya.
Kerajaan Perlak
berdiri tahun 840 M dengan rajanya yang pertama, Sultan Alaidin Syed Maulana
Abdul Aziz Syah. Sebelumnya, memang sudah ada Negeri Perlak yang pemimpinnya
merupakan keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He La.
Pada tahun 840 ini, datanglah rombongan berjumlah 100 orang yang dipimpin oleh
Nakhoda Khalifah. Tujuan mereka adalah berdagang sekaligus berdakwah
menyebarkan agama Islam di Perlak. Pemimpin dan para penduduk Negeri Perlak pun
akhirnya meninggalkan agama lama mereka untuk berpindah ke agama Islam.
Selanjutnya, salah satu anak buah Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja`far
Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi. Dari
perkawinan mereka inilah lahir kemudian Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah,
Sultan pertama Kerjaan Perlak. Sultan kemudian mengubah ibukota Kerajaan, yang
semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas
Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan
di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan
yang beralirah paham Syiah. Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para
pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui
Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika
dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi’ah di pantai
Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini
menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk
memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai
timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi’ah di
Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai. (AcehPedia.com)
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed
Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan
pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan
perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat
Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi
pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum
Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan
ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi
pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri
dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama,
Perlak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 –
988). Bagian kedua, Perlak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). (Wikipedia.com)
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah
satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana
Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali
kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim
Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian
ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan
perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad
Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan
negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin
kerajaan tetangga. Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan
Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan
Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir
setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan
Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan
Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang
memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan
putera dari al-Malik al-Saleh.
Pada hari perasmian berdirinya Kerajaan Islam itu, Bandar
Perlak ditukar namanya menjadi Bandar Khalifah sebagai kenang-kenangan kepada
Nakhuda Khalifah yang mula-mula membawa agama Islam ke Bandar Perlak. Bandar
Khalifah itu sampai sekarang masih tetap disebut namanya, tetapi daerah itu
telah menjadi dusun yang kecil yang tidak berarti lagi.
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai
penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran
kalau para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke sini.
Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat
maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar
muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat
dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam
pertama di Indonesia.
Raja dan rakyat penduduk daerah negeri Perlak adalah
keturunan dari Maharaja Pho He La Syahir Nuwi (Meurah Perlak Syahir Nuwi) dan
keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Beberapa abad kemudian, pada tahun 173 H (800 M) tibalah
sebuah kapal saudagar Islam ke Bandar Perlak yang datang dari Teluk Kambey
(Gujaraat). Mereka diketuai oleh Nakhuda Khalifah. Di Bandar Perlak mereka
dapati bahan perniagaan yang banyak.
Ajaran Islam yang dipaparkan oleh umat Islam rombongan
Nakhuda Khalifah kepada putra-putri Bandar Perlak, dengan taufik dan hidayah
Allah Yang Maha Esa, mendapat perhatian dan sambutan yang baik sehingga hidup
subur dan berkembang berkat ajaran-ajaran dan penerangan-penerangan dari
mubaligh-mubaligh yang terus-menerus datang ke negeri Perlak.
Dalam waktu yang tidak sampai setengah abad, umat Islam
Perlak yang telah mempunyai keturunan Islam dari perkawinan campuran antara
rakyat/penduduk asli (putri-putri Perlak) dengan keturunan Arab, Persi dan
Muslim India, telah sanggup mendirikan Kerajaan Islam di negeri Perlak pada
hari Selasa sehari bulan Muharam tahun 225 H (840 M).
Sultan pertama yang terpilih adalah Saiyid Maulana
Abdul-Aziz Syah (peranakan Arab Quraisy dengan puteri Meurah Perlak), bergelar
Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah. Kerajaan Islam yang telah
didirikan di Perlak itu, hidup subur dan menjalar luas melalui dinasti
raja-rajanya.
Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di
bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh
Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan
Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun
520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah
Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.
Buku Zhufan Zhi (諸蕃志), yang ditulis Zhao Rugua tahun
1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada
negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa.[2] Mungkin
negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan
pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri
Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu
abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291,
dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.
Perkembangan dan pergolakan
Sultan pertama
Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed
Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan
merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan
Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak
menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum
Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed
Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada
tahun 363 H (913 M),
terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni
sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan
Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir
pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali
ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari
golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum
Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama
kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian
dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:
§ Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan
seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya
hingga tahun 1006.
Penggabungan dengan Samudera Pasai
Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad
Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan
politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa
negeri tetangga Peureulak:
§ Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan
Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Muhammad Shah (Parameswara).
§ Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia
meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah
pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al
Malik Al-Saleh.
Dinasti Saiyid Maulana
Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah, memerintah
pada tahun 225-249 H (840-864 M).
Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdur-Rahim Syah, memerintah
pada tahun 249-274 H (864-888 M).
Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah, memerintah pada
tahun 274-300 H (888-913 M).
Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Ali Mughayah Syah, memerintah
pada tahun 302-305 H (915-918 M).
Dinasti Makhdum Johan Berdaulat
Raja-raja Dinasti Makhdum Johan Berdaulat adalah turunan
dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul-Kadir Syah Johan
Berdaulat, memerintah tahun 306-310 H (918-922 M).
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 310-334 H (922-946 M).
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul-Malik Syah Johan Berdaulat,
memerintah pada tahun 334-361 H (946-973 M).
8.a. Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Mahmud Syah sebagai
sultan yang memerintah pada tahun 365-377 H (976-988 M) dari Dinasti Saiyid
Maulana. 8.b. Sultan Makdhum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat
sebagai sultan yang memerintah pada tahun 365-402 H (976-1012 M) dari dinasti
Makhdum Johan Berdaulat.
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 402-450 H (1012-1059 M).
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 450-470 H (1059-1078 M).
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 470-501 H (1078-1108 M).
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 501-527 H (1108-1134 M).
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 527-552 H (1134-1158 M).
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 552-565 H (1158-1170 M).
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 565-592 H (1170-1196 M).
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan
Berdaulat, memerintah pada tahun 592-622 H (1196-1225 M).
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II
Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 622-662 H (1225-1263 M).
0 komentar:
Posting Komentar